HOTELRISTORANTEVITTORIA — Jakarta – Indonesia masih menghadapi tantangan dalam sistem pelayanan kesehatannya, terutama terkait distribusi dokter ke daerah-daerah terpencil yang belum merata.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan Amira Ali Abdat yang telah mengabdi di wilayah timur Indonesia mengungkapkan keprihatinannya terhadap ketimpangan besar dalam akses terhadap layanan kesehatan. Di satu sisi, fasilitas mewah tersedia di kota besar. Namun di sisi lain, masyarakat di daerah terpencil kesulitan bahkan hanya untuk bertemu dokter
“Fenomena di lapangan lebih menyedihkan, kurang tepat rasanya, jika banyak rumah sakit diberikan segala fasilitas dan kemewahan terbaiknya. Sementara masyarakat kita di pinggiran bahkan pedalaman tidak mampu melalui akses yang sama,” ujar Amira dalam seminar nasional bertajuk “Menakar Kebutuhan dan Realitas: Seberapa Banyak Indonesia Membutuhkan Dokter yang Berkualitas?” pada 25 Juli 2025.
Fakfak, sebuah kabupaten di Papua Barat tempat Amira mengabdi sejak 2013, menjadi gambaran nyata ketimpangan layanan kesehatan. Dari awal ia datang sebagai dokter umum, hingga kini ia bergelar sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
Fakfak Hanya Miliki Satu Dokter Spesialis Kandungan
Sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Amira punya misi kuat menyejahterakan perempuan Indonesia. Tekad itu membuatnya bertahan lebih dari 10 tahun di sana meskipun tantangan terus berdatangan.
“Saya selalu percaya bahwa sebuah bangsa yang berkualitas akan tampak dari bagaimana ia menyejahterakan reproduksi para perempuannya yang mampu melahirkan generasi yang sehat,” kata Amira.
Menurutnya, dari total sekitar 90 ribu penduduk Fakfak, terdapat 30 ribu perempuan usia subur. Namun hanya ada satu dokter spesialis kandungan yakni dirinyad. Situasi telah berlangsung selama lebih dari 10 tahun, sejak 2013.
“Selama saya mengabdi dari 2013 sampai 2025 sebelum saya melanjutkan pendidikan, SpOGnya hanya satu. Itu sulit sekali mencari SpOG di sana, karena mungkin jauh jaraknya,” ungkap Amira.
Nakes Harus Menjemput Pasien ke Pedalaman
Amira menjelaskan bahwa akses layanan kesehatan sangat sulit karena terbatasnya infrastruktur. Banyak warga di pedalaman tidak dapat pergi sendiri ke puskesmas. Karena itu, petugas kesehatan harus menjemput mereka.
Di Fakfak, tenaga kesehatan tidak hanya bertugas sebagai petugas medis, tetapi juga harus turun tangan menjemput pasien, terutama ibu hamil.
Kondisi kesulitan untuk mendapatkan layanan kesehatan ini membuat banyak perempuan hamil memilih untuk berdiam di rumah, menunggu hingga petugas kesehatan datang menghampiri mereka.
“Mereka sebetulnya bukan tidak ingin periksa kehamilan. Tapi jujur, butuh dana dan usaha yang luar biasa untuk menemukan pelayanan kesehatan yang optimal,” jelas Amira.
Ketika petugas datang ke rumah pasien, mereka tidak hanya hadir, tetapi juga harus membujuk ibu hamil untuk bersedia diperiksa bersama bidan dan kader. Banyak yang enggan atau ragu menjalani pemeriksaan.